Halaman

Pasar yang Berpeluang

Dalam merencanakan pengelolaan usaha, langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang wirausahawan adalah menganalisis potensi pasar, berdasarkan jenis produk, jasa, minat dan daya beli konsumen. Dengan menganalisis potensi pasar, Anda dapat memperkirakan daya serap konsumen terhadap produk/jasa yang hendak kita tawarkan. Hal ini sangat penting sebagai ukuran apakah sektor usaha yang akan kita masuki masih menjanjikan keuntungan atau tidak. Untuk itu Anda harus melakukan penelitian pasar, mencari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan pasar dan menentukan lokasi usaha yang strategis sesuai dengan produk/jasa yang akan dijual.
Suatu peluang usaha atau gagasan tentang kemungkinan ekonomi suatu kegiatan bisnis harus selalu diikuti oleh potensi pasar yang menjanjikan sehingga roda usaha dapat berjalan dan memberikan keuntungan yang diharapkan. Tak sedikit memang, kisah pengusaha yang sukses membangun bisnis karena melihat sebuah potensi pasar. Tapi, tak sedikit pula kisah kegagalan usaha karena keyakinan tersebut salah.
Lantas, apa yang bisa dilakukan seorang calon pengusaha untuk mengukur potensi pasar atas peluang yang dilihatnya? Potensi pasar dapat dianalisis melalui pendekatan permintaan dan penawaran dan dengan membatasi jangkauan pasar.
a) Pendekatan Permintaan
Pendekatan permintaan menekankan tentang kebutuhan manusia yang sampai sekarang belum sepenuhnya terpenuhi atau kemungkinan sudah terpenuhi namun kurang memuaskan. Misalnya, masyarakat di wilayah pedesaan banyak yang pergi ke kota untuk belanja pakaian. Artinya, golongan masyarakat tersebut membutuhkan pakaian sesuai dengan selera mereka yang tidak dapat diperoleh di desa atau mungkin dapat diperoleh di desa, tetapi harganya terlalu mahal. Jadi, di desa ini terdapat peluang usaha untuk menyediakan pakaian sesuai kebutuhan masyarakat desa. Begitupula dengan tempat hiburan yang belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat di pedesaan.
Melalui pendekatan permintaan Anda dapat mengetahui jumlah permintaan terhadap produk/jasa yang meliputi : Sasaran pembeli/konsumen, Jumlah konsumen, Jumlah kebutuhan, Total kebutuhan pertahun.
b) Pendekatan Penawaran
Pendekatan penawaran berawal dari kemampuan wirausaha dalam membuat suatu produk/barang, memberikan pelayanan jasa atau gabungan dari keduanya. Dari sini barulah mulai mencari adakah pasarnya atau orang-orang yang membutuhkannya. Misalnya, seorang wirausaha memproduksi genteng dengan kualitas yang bersaing. Dengan kualitas genteng yang bersaing tersebut, lalu apakah berarti para calon konsumen, developer, pemborong pembangunan rumah dan sebagainya kira-kira berminat membeli, sebab harga genteng produksi wirausaha ternyata lebih mahal dibandingkan genteng dengan kualitas yang sama di pasaran saat ini. Apakah konsumen mempunyai daya beli berminat untuk membeli genteng yang lebih mahal dengan kualitas sama atau membeli genteng yang harganya sama dengan kualitas yang baik. Begitupun kalau Anda ingin membuka toko kue, salon kecantikan, usaha pijat dan usaha lainnya.
Melalui pendekatan penawaran wirausaha juga dapat mengidentifikasi banyaknya pesaing yang membuat produk/jasa yang sama.
c) Membatasi Jangkauan Pasar.
Anda mesti mengukur secara rasional seberapa luas jangkauan usaha Anda dan tentukan siapa target pasar Anda. Kalau Anda hendak membuka mini market di rumah, kira-kira calon pembelinya datang sendiri dari satu RT saja, satu RW, sekompleks, atau sekecamatan? Jika Anda hendak membuka toko furniture di pinggir jalan, Anda mesti memperkirakan apakah calon pembeli hanya datang dari tetangga sepanjang jalan atau orang-orang dari luar kota yang melintas di jalan depan gerai anda.
Kalau jangkauan wilayah sudah Anda tentukan, silakan hitung tingkat perkiraan konsumsi calon pelanggan Anda. Perkirakan seberapa sering mereka akan berbelanja, dan seberapa banyak belanjaan mereka setiap kali datang. Tentu anda bisa menghitung berapa besar pengeluaran setiap tetangga se-RT untuk memenuhi kebutuhan makan (beras, ikan asin, minyak goreng, tepung, dan lainnya) serta perawatan tubuh dan pakaian (sabun, odol, sabun cuci, sampo dan sebagainya). Kira-kira, apakah mereka semua bersedia untuk belanja di warung Anda? Mungkin dalam satu RT sudah ada dua warung serupa, sehingga hanya seperempat rumah tangga se-RT yang Anda perkirakan akan berlangganan. Nah, apakah dengan pelanggan potensial sebanyak itu, keuntungan yang Anda dapat cukup ekonomis?
Dari menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu, kita bisa mengambil keputusan apakah peluang yang ada layak untuk diwujudkan atau tidak. Menghitung potensi pasar sedari awal juga memaksa kita untuk berpikir lebih keras dan kreatif. Kalau potensi pasar dengan jangkauan yang kita tetapkan tak memuaskan, misalnya, kita bisa mempertimbangkan segala kemungkinan untuk memperluas jangkauan pasar. Agar bisa menjangkau RW tetangga, umpamanya, boleh jadi kita perlu memberi layanan delivery order.
Itu sekedar contoh. Anda juga mesti hati-hati. Jangan menyamakan potensi pasar dan harapan. Anda boleh saja berharap warung kelontong di rumah bakal dikerubuti penduduk se-kota Anda, tapi terlalu naif kalau beranggapan itulah potensi pasar warung Anda.
Melihat Diri Sendiri atau Membaca Artikel
Masalahnya sekarang, bagaimana cara memperkirakan frekuensi dan volume pembelian dari calon pelanggan-pelanggan kita? Cara paling gampang adalah dengan melihat pola konsumsi kita sendiri.
Taruh kata Anda punya ide membuka toko di rumah yang khusus berjualan susu instan untuk balita. Berhubung belum ada toko serupa, Anda berani menetapkan jangkauan pasar usaha Anda bakal seluas kompleks. Setelah itu, Anda mesti menghitung ada berapa banyak rumah tangga yang memiliki anak balita.
Kalau sudah ketemu, Anda juga perlu memperkirakan berapa banyak susu yang harus dibeli oleh setiap rumah tangga saban bulan. Kalau semua penduduk kompleks mau belanja di tempat Anda, berapa total penjualan Anda dalam sebulan? Dari situ Anda bisa memperkirakan besarnya laba yang bakal Anda peroleh dan menarik kesimpulan cukup memuaskan atau tidak. Hasil perhitungan itulah yang akan menjadi dasar pijakan untuk mewujudkan rencana atau mencari gagasan usaha baru.
Bagaimana kalau jenis usaha yang hendak kita geluti jauh dari pola hidup atau konsumsi kita? Calon pebisnis bisa mencari informasi melalui buku, artikel di media massa, internet, maupun seminar. Contohnya begini. Anda mendapat tawaran kerja sama membuka bisnis warung telekomunikasi (wartel). Berhubung tak biasa menelepon lewat wartel, Anda tak gampang memperkirakan tingkat penggunaan telepon di wartel. Untungnya, kalau Anda mau berburu artikel tentang bisnis wartel, tentu bakal tahu bahwa bisnis ini sudah terlalu jenuh. Hanya, lewat artikel-artikel itu pula kita bisa mendapat gambaran bahwa ada lokasi-lokasi tertentu yang sangat bagus untuk membuka wartel. Misalnya, di dekat kampus, pabrik, atau rumah-rumah kontrakan para perantau. Dari situ Anda bisa menolak ajakan tadi atau merelokasi calon wartel Anda ke lokasi yang lebih berprospek.
Ada sebuah contoh yang menarik tentang kegagalan bisnis seorang pedagang ponsel akibat keliru memperhitungkan potensi pasar. Ahmad, sebut saja begitu, menyewa kios kecil dengan tarif Rp 10 juta per tahun di tepi sebuah jalan raya di kawasan Jakarta Timur. Jalan itu sangat ramai, dilalui kendaraan dari dua arah. Pokoknya termasuk lokasi prima untuk berdagang. Jual beli ponsel, voucher pulsa, dan aksesorinya ini terbilang sektor bisnis yang memberikan janji keuntungan lumayan. Maklum, semua orang kini punya ponsel sehingga perlu membeli pulsa.
Tapi, lihat apa yang terjadi. Ahmad hanya kuat membuka kiosnya selama tiga bulan. Setelah itu dia memilih tutup. Sebabnya sederhana. Kendati ramai dilalui pengunjung, nyaris tidak pernah ada orang yang mau mampir ke kiosnya untuk membeli ponsel. Semua orang se-Jabodetabek lebih suka mendatangi Roxy atau ITC Ambasador untuk berbelanja ponsel. Bagaimana dengan pembeli voucher pulsa? Sial benar Ahmad. Walau ada pembelinya, volume penjualannya tak banyak. Margin yang bisa dia nikmati terlampau kecil, walaupun dia sudah membuka kiosnya sampai jam 10 malam.
Rupanya Ahmad kurang cermat menghitung potensi pasar. Ternyata dari pengamatan, dalam radius 1 kilometer dari kios Ahmad, paling tidak ada 5 kios serupa. Lucunya, sekitar 2 kilometer dari lokasi tadi terdapat pusat perbelanjaan yang sebagian lantainya disewakan khusus bagi pedagang HP. Otomatis orang-orang di sekitar lokasi itu lebih suka bertandang ke sana untuk membeli pernak-pernik HP.
Andaikata Ahmad mau telaten sedikit menghitung potensi pasar sebelumnya, dia bakal tahu bahwa tak lama sebelum dia membuka kios, tak jauh dari lokasinya juga pernah ada kios ponsel yang cuma tahan buka empat bulan dengan alasan tidak laku.
Itulah sebabnya, disarankan para calon usahawan untuk menakar apakah sektor yang ingin dimasuki masih ekonomis atau tidak. Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk itu.
Pertama, sebaiknya Anda melakukan observasi dan wawancara dengan pelaku bisnis serupa yang ada di dekat lokasi Anda. Misalkan Anda ingin membuka toko kelontong di sebuah kompleks, luangkan waktu seharian di dekat toko yang sudah ada. Amati dan catat jumlah orang yang datang ke toko tersebut pada hari itu. Amati pula bagaimana pemilik toko klontong menerima dagangan dari pemasok di toko atau mengambil sendiri ke pemasok. Apabila barang diantar ke toko, silakan berpura-pura berbelanja pada saat si pemilik menerima barang tersebut, sehingga Anda dapat mengetahui cara si pemilik bertransaksi dengan pemasok.
Kalau kebetulan pemilik toko cukup ramah, Anda bisa bercakap-cakap lebih jauh tentang peluang dan resiko yang selama ini dia hadapi, sekaligus kiat-kiat untuk menghadapi kendala yang ada. Tapi, awas, semua itu harus dilakukan dengan hati-hati. Soalnya bisa jadi si pemilik toko akan marah kalau kemudian dia tahu bahwa Anda akan menjadi pesaingnya.
Jika ingin mendapatkan hasil lebih akurat, disarankan agar riset serupa itu tidak hanya dilakukan pada satu toko. Bahkan, kalau perlu Anda bisa membuat survei sederhana melalui penyebaran formulir. Tidak ada aturan khusus mengenai riset ini, yang penting Anda bisa menyimpulkan potensi yang ada. Untuk mengurangi risiko “ketahuan” para pemilik toko yang diriset, tentu saja Anda bisa melakukannya lewat orang lain.
Mendekati Pesaing yang Sudah Mapan
Cara lain untuk “menebak” potensi pasar bisa dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan usaha sejenis yang sudah dulu ada. Seorang pengusaha pemilik beberapa toko grosir sembako di Bogor punya kiat sederhana tapi jitu dalam memastikan potensi pasar. “Saya selalu mencari lokasi usaha di dekat grosir sembako yang ramai hingga pembeli pada antre panjang. Saya dirikan saja toko serupa di dekatnya. Hampir pasti toko baru ikut ramai juga,” kata pengusaha ini. Tentu saja dia berani bersaing harga, pelayanan dan kelengkapan barang dagangan dengan toko yang sudah ada.
Kalau anda cermati, jurus serupa juga dilakukan oleh beberapa jaringan minimarket waralaba. Ketimbang susah-sasah melakukan riset sendiri, rupanya sebagian waralaba minimarket lebih suka “menempel” pada minimarket lain yang telah ada. Kalau di sebuah gedung perkantoran ada penjual bubur ayam yang sangat laris, ikut-ikutan saja buka bubur ayam serupa di gedung sebelahnya. Kan pembelinya sejenis, duitnya sama, seleranya juga serupa. Tinggal kita berinovasi atas produk dan layanan saja.
Persaingan yang ketat bukan berarti selalu menunjukkan bahwa potensi pasar bakal kecil. Kita pasti berpikir bahwa keberadaan saingan pasti akan menurunkan omzet kita. Padahal dari kalau dilihat dari pihak konsumen, tentu lebih senang berbelanja di tempat atau lokasi yang bisa memberikan banyak pilihan. Baik dari segi jenis barang atau jasa, dan juga dari segi harga. Buntut-buntutnya, di mana ada satu sentra pembelanjaan, maka konsumen akan beramai-ramai datang ke tempat itu. Kalau lokasinya strategis dan berada di pingir jalan yang ramai, serta dilewati kendaraan dua arah. Di jalan seperti ini potensi pelanggan pasti besar.
Di samping itu, kalau ingin pelanggan banyak kios jangan terlalu sempit. Misalnya, selain perlu untuk memajang onderdil, tempat yang luas diperlukan agar pelanggan bisa menunggu kendaraannya diperbaiki dengan lebih nyaman. Asal teknisi kita bagus, pelayanan kita bagus, kita ramah, dan tempatnya nyaman pelanggan pasti banyak. Unsur kepercayaan juga dalam bisnis jasa lebih utama. Salah satu kiatnya dalam menjaring konsumen adalah dengan menyediakan produk-produk yang memang tengah laris, seperti obat-obat yang membuat lelaki lebih perkasa.
Membuat Analisis Usaha
Potensi pasar merupakan komponen kunci agar analisis usaha bisa kita susun seakurat mungkin. Analisis usaha sendiri merupakan perhitungan awal yang perlu dilakukan untuk memberi gambaran apakah usaha yang hendak kita geluti memberikan untung atau tidak. Lewat analisis semacam ini pula kita bisa memperkirakan berapa banyak keuntungan yang bisa kita peroleh secara rutin. Pada gilirannya, kita juga bisa memperkirakan berapa lama modal yang kita tanam bakal balik.
Berikut komponen sebuah analisis usaha sederhana:
1.Investasi.
Sebuah analisis usaha sederhana biasanya diawali keterangan mengenai besarnya investasi atau modal yang kita tanam. Jangan menyamakan investasi dengan biaya. Investasi adalah dana yang perlu kita keluarkan sekali dan tidak berhubungan dengan kegiatan rutin usaha. Contoh investasi adalah pembelian lahan, mesin, peralatan, pengurusan izin usaha, pendirian bangunan, pembelian peralatan, dan sebagainya. Total dana yang yang dihabiskan untuk mengadakan itu semua disebut investasi.
2.Menghitung Biaya.
Berbeda dengan investasi, biaya adalah dana yang mesti kita keluarkan secara rutin dan periodik selama kita menjalankan usaha. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang harus kita bayarkan rutin dengan nilai yang tetap, tak peduli besarnya perputaran usaha kita. Contoh biaya seperti ini adalah service charge bagi pemilik kios atau toko di mal, biaya pegawai, telepon, listrik, air minum, atau biaya sewa tempat—kalau bukan milik sendiri.
Adapun biaya tidak tetap adalah biaya yang kita keluarkan secara rutin, namun nilainya tergantung pada besar kecilnya perputaran bisnis kita. Biaya pembelian bahan baku, bahan penunjang, kemasan, komisi pegawai, pengiriman barang dan sebangsanya adalah contoh biaya tidak tetap. Prinsipnya, biaya ini jadi besar kalau penjualan kita meningkat, sebaliknya ikut menyusut kalau penjualan kita turun.
Oh ya, biaya tetap bagi satu jenis usaha bisa jadi termasuk biaya tidak tetap bagi jenis usaha yang lain. Contohnya, biaya listrik bagi toko kelontong jelas masuk biaya tetap, tapi bagi pabrik pemintal benang yang mesinnya menggunakan listrik, jelas masuk biaya tidak tetap. Oleh sebab itu, saat menentukan besarnya biaya tidak tetap ini selalu sesuaikan dengan asumsi penjualan yang anda perkirakan.
3.Asumsi Penjualan.
Berhubung usahanya sendiri belum berjalan, maka angka-angka tersebut baru berupa asumsi. Di sinilah perlunya kita menakar potensi pasar. Hasil kalkulasi itulah yang kita pakai sebagai asumsi penjualan.
Nah, kalau seluruh angka perkiraan itu sudah ada, kini tiba saatnya Anda menyusul tabulasi. Pertama-tama, taruh investasi di bagian paling atas, berikut total nilainya. Di bawahnya bisa Anda cantumkan angka asumsi penjualan. Di bawahnya lagi Anda sertakan total biaya.
Langkah selanjutnya, Anda cuma perlu mengurangi angka penjualan per bulan dengan besarnya biaya per bulan. Selisih di antaranya itulah yang kita sebut laba. Kalau hasilnya negatif, ya, berarti rugi. Setelah angka perkiraan ketahuan, silakan evaluasi. Apakah Anda puas dengan nilainya? Untuk mengukur “kepuasan” itu, Anda bisa membagi nilai investasi dengan besarnya laba. Hasilnya merupakan perkiraan waktu untuk mencapai balik modal.
Kalau Anda belum puas dengan perkiraan laba yang Anda dapat, silakan evaluasi lagi, apakah ada kemungkinan melakukan efisiensi biaya? Atau, adakah kemungkinan untuk memperbesar asumsi penjualan secara rasional? Kalau hasilnya tak memuaskan juga, ya terserah Anda untuk merealisasikan rencana bisnis itu atau tidak.

Usaha Layaknya Seperti Bermain Bola

1.Usaha apa saja yang promosinya bisa dilakukan dengan teknik menjemput bola?
2.Seberapa efektif teknik promosi ini?
3.Jika sudah melakukan teknik menjemput bola, apakah memerlukan promosi jenis lain? Jika iya, mengapa?
4.Apakah promosi seperti ini memerlukan anggaran khusus?”.
Semua usaha membutuhkan metode promosi dengan teknik jemput bola. Metode ini sangat efektif dilakukan khususnya bagi mereka yang tidak memiliki modal kuat untuk memiliki tempat usaha di lokasi yang strategis, tidak memiliki cukup dana untuk beriklan dan belum memiliki merek dagang (brand image) yang kuat. Intinya bagi para pelaku usaha yang baru meluncurkan produk-produk baru disarankan untuk melakukan upaya jemput bola. Memang dibutuhkan kerja keras, namun sebagaimana Billi PS. Liem (moivator bisnis dari Malaysia) mengatakan bahwa keberhasilan bisnis itu ditentukan oleh 99% keringat dan 1% keberuntungan. Oleh karena itu, metode jemput bola termasuk dalam upaya 99% keringat (kerja keras) yang diharapkan akan membuahkan hasil yang manis di kemudian hari.
Memang kalau kita klasifikasikan dalam jenis-jenis usaha, maka metode jemput bola ini lebih cocok dilakukan untuk usaha di sektor jasa, misalnya; jasa pengurusan surat-surat berharga, dengan cara berkas diantar dan diambil ke rumah ataupun kantor. Contoh lain adalah bisnis jasa pengetikan dan terjemahan juga cocok untuk menerapkan sistem jemput bola ini. Konsep jemput bola memang harus dilakukan terutama untuk produk-produk yang memiliki tingkat persaingan tinggi. Misalnya bisnis kredit sepeda motor yang saat ini sangat menjamur. Maka pihak dealer harus pandai-pandai melakukan jemput bola. Dengan memberikan berbagai kemudahan misalnya discount uang muka, pelayanan pembayaran yang diambil oleh petugas dan juga sistem pengambilan dan penyerahan berkas yang ditangani pihak dealer atau leasing sehingga konsumen merasa lebih nyaman dan tidak perlu repot lagi. Jadi intinya sistem jemput bola ini harus diterapkan oleh bisnis apa saja yang masih baru khususnya bisnis di sektor jasa.
Teknik ini sangat efektif dilakukan asalkan dilakukan dengan benar. Karena saat ini banyak yang menggunakan sistem bisnis ini tapi justru bikin konsumen menjauh. Misalnya kita lihat cara kerja sales produk elektronik yang dengan getol mendatangi konsumen namun kemudian konsumen justru merasa tidak nyaman karena merasa dipaksa untuk membeli. Begitu juga pelaku bisnis MLM, mereka memang gencar jemput bola, namun tidak sedikit yang melakukannya dengan “kasar” sehingga menimbulkan kesan memaksa. Begitu juga dengan tenaga-tenaga marketing asuransi, mereka banyak berbicara yang manis-manis saja dan kadang tidak transparan tentang masalah risiko, sehingga ketika suatu saat ada masalah bisa menimbulkan trauma bagi konsumen dan trauma itu juga merugikan perusahaan lain yang sejenis. Jadi asalkan dilakukan dengan benar dan tidak memaksa, tidak membodohi, membohongi dan tidak menjebak konsumen serta tidak berlebih-lebihan dalam mempromosikan produknya, sistem jemput bola ini memang sangat efektif dilakukan.
Walaupun, sudah melakukan promosi dengan cara menjemput bola tapi tentu saja metode promosi lain tetap diperlukan karena memang tidak 100% metode jemput bola akan berhasil menggaet calon konsumen. Jadi media promosi seperti iklan tetap harus dilakukan (jika memiliki dana untuk itu) karena dengan beriklan maka akan lebih mendekatkan konsumen dengan produknya. Jadi jika sang penjemput bola datang langsung kepada konsumen maka konsumen akan dengan mudah menerimanya, karena sudah lebih dahulu mengetahui, atau paling tidak sudah menghafal nama produknya dan memang itulah kekuatan media. Karena sebuah produk baru yang belum dikenal sama sekali akan lebih sulit diterima oleh masyarakat/konsumen.
Pada dasarnya untuk melakukan promosi memang dibutuhkan angaran khusus, namun besar kecilnya sangat relatif, karena semua bisa disiasati agar promosi jemput bola bisa berjalan efektif dan dengan biaya yang efisien. Misalnya kita mempuyai produk makanan sejenis pizza kemudian kita akan melakukan sistem jemput bola. Maka kita bisa merekrut karyawan-karyawan freelance dengan syarat tahu seluk beluk wilayah dan memiliki motor. Nah, dengan cara itu kita bisa minta mereka menyebar brosur ataupun sample produk ke masyarakat tanpa perusahaan harus membeli sejumlah armada (seperti motor), begitu juga untuk masalah delivery service (layanan pesan antar) kita bisa lakukan hal yang sama. Jadi perusahaan tidak perlu mengeluarkan anggaran besar. Atau bisa juga menerapkan sistem bagi hasil sehingga karyawan freelance yang bekerja dengan modal sendiri akan dibagi hasil dari setiap produk yang laku.
Sumber:
Arsip Bisnis
Ariyanto. MB.

Makna Usaha Delivery

Disaat mobilitas makin tinggi, orang makin kehabisan waktu untuk melakukan banyak pekerjaan disatu waktu, disinilah peluang bisnis anda menanti untuk diambil, delivery order... yes..., anda bisa mengevakuasi setiap jenis usaha, dan sistem delivery bisa dijadikan add value dalam bisnis anda, atau bahkan bisa dijadikan point utama yang dapat dijual dalam promo bisnis anda,
Di berita pernah aku tahu di jakarta ada perusahaan yang menjual peralatan bayi sistem antar, jasa pengantar ASI,bubur sehat bayi sistem antar dll, di solo saat ini sudah mulai ada penjual hik (angkringan) warung makan sederhana yang mobile , kalau di jakarta ada mobil yang dijadikan warung makan, disolo ada yang menggunakan motor roda tiga yang baknya di modifikasi menjadi hik/warung keliling, cukup sederhana, mereka menggunakan hp untuk menerima panggilan, bisa sms atau tlp,bagaimana, mau mencoba di tempat anda?.

Pengertian Kebutuhan Pokok

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya.
Di bawah ini akan diberikan jenis, macam aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusia selama hidupnya di dunia :
A. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas
1. Kebutuhan Primer
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya adalah seperti sembilan bahan makanan pokok / sembako, rumah tempat tinggal, pakaian, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan sekunder adalah merupakan jenis kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah.
3. Kebutuhan Tersier / Mewah / Lux
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder. Contohnya adalah mobil, antena parabola, pda phone, komputer laptop notebook, tv 50 inchi, jalan-jalan ke hawaii, apartemen, dan lain sebagainya.
B. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat
1. Kebutuhan Jasmani / Kebutuhan Fisik
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang berhubungan dengan badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Rohani / Kebutuhan Mental
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.
C. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu
1. Kebutuhan Sekarang
Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Masa Depan
Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhi di lain waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji, pendidikan tinggi, pahala untuk bekal akherat, membeli mobil toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya.
D. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya
1. Kebutuhan Individual / Individu / Pribadi
Kebutuhan individu adalah jenis kebutuhan yang dibutuhkan oleh orang perseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi, menuntut ilmu, sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya.
2. Kebutuhan Sosial / Kolektif
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain.

Tulisan Unik

ass..Wr. Wb. udah lama nih gak posting.. soalny lagi fakir pulsa, jadi gak sempet buka dan blogwalking di MWB.

oke lanjut!.. mgkuin sbaot mngeira tluisan ini slaah ktiek aatu syaa sdneag psuing saat mnueils tluisan ini, tpai syaa ykain sboat bsia mmebcaanya wlaaupun tluisan nya breantkaan. akhirnya kembali juga seperti semula ( tadi sempat pusing lalu minum obat, hilang deh pusingnya hehehe...) ada yg tau kenapa tulisan berantakan ini bisa terbaca oleh kita? oke, jelasin aja.

berikut penjelasannya! menurut suatu penelitian di universitas Chabridge, urutan kata dalam huruf tidak penting. cukup huruf pertama dan terakhir yg ada pada tempatnya.

"siasyna bsia dtiluis bernataakn, tpai teatp ktia daapt mebmacayna." ini disebabkan karena otak tidak membaca huruf per huruf namun kata demi kata. keren kan!. secara tidak sengaja kamu bisa membaca dalam huruf berantakan

Konsumen ku Adalah Raja bagi ku

                        
KONSUMEN ADALAH RAJA.
Sudahkah budaya ini terjadi di bumi kita ? Sebagai raja dalam arti diberi pelayanan yang baik, service yang baik, lebih penting lagi membeli barang yang benar-benar sesuai kualitas dengan garansi layak.
Melayani dengan baik, pada umumnya yang kita jumpai tidak lebih dari kepintaran pelayan berkomunikasi, memikat pembeli tertarik dan kemudian membeli – Untuk memenuhi syarat ini biasaya pemilik akan mengundang pegawai-pegawai yang unggul dalam komunikasi, dengan dipicu dengan berbagai komisi. Misalnya melebihi target, akan diberi bunus tertentu – Memang ini adalah baik dalam strategi penjualan, namun jika sudah mengejar target dengan bujukan yang berlebihan dalam mengenalkan product, Cara ini sudah merugikan pembeli !
JIka pergi ke supermarket, beda pula caranya, mereka lebih jujur dalam menyajikan barang dan harga yang tercantum dengan jelas, tidak menggantungkan pelayan yang pintar berkomunikasi untuk menarik pembeli. Ini kelihatannya lebih fair, namun kelemahan yang terjadi konsumen tidak dikenal secara lebih dalam. Pengenalan akan product juga sebatas apa yang dilihat, jika mau lebih jeli membaca keterangan apa yang telah tertulis dalam labelnya – Kesalahan –kesalahan label harga dengan mesin di counter pembayaran sering terjadi, dimana harga yang tercantum dan saat pembayaran terjadi perbedaan, karena administrasi yang kurang teliti – Biasanya memberikan kekecewaan pembeli, yang berakibat pembatalan atau sedikit berdebat tegang. Hampir tidak ada supermarket mengakui kesalahan dan mau mengalah untuk memberi pelayanan yang memuaskan pada pembeli. Pilihannya yaitu, pembeli mau beli atau dikembalikan !
Pada umumnya pembelian barang, selalu dijelaskan tidak dapat dikembalikan, ada yang masih lebih toleransi boleh tukar, tapi tidak kembali uang. Bila terjadi kerusakan atau ketidak cocokan atas barang yang dibeli, biasanya sudah tidak ada harapan lagi untuk claim, kecuali barang electronic itupun kalau mau claim membutuhkan waktu, karena supermarket sendiri tidak bertanggungjawab, karena sudah ditanggung oleh pabriknya. JIka melebihi waktu yang ditentukan, sudah pasti pembeli hanya menerima nasib kerugian maupun kekecewaan.
Jika mau disimak, apakah konsumen / pembeli itu sudah menjadi Raja ? Jangankan raja, cukup memuaskan itu saja masih langka, bukan ? Bahkan lebih banyak dirugikan hanya karena trik-trik dagang yang terselubung. Awalnya manis didengar, kenyataannya kekecewaan lebih banyak terjadi.
Penulis akan memberikan suatu contoh pelayanan yang benar-benar memuskan, benar-benar mencerminkan bahwa pembeli itu raja, itu terjadi di Australia, dimana penulis sering berkunjung. Sudah lama saya mendengar bahwa disana jika belanja di supermarket situasinya nyaman, barang-barang disajikan dengan baik dengan harga-harga yang tercantum jelas, hal serupa dinegara kita juga sama. Namun yang membedakan adalah pelayanan yang luar biasa, meskipun tidak tercantum yang bisa dibaca, sungguhlah menjadikan saya secara pribadi kadang tidak percaya, karena belum pernah dijumpa di Negara kita. Ini semua menunjukan budaya bangsa yang begitu tinggi, bukan semata-mata keuntungan yang dicari, melainkan memberikan  kepuasan komsumen membeli sesuai keinginan hatinya. Penyesalan setelah membeli juga dilayani dengan kembali uang maupun ditukar sesuai keinginan tanpa melalui ketegangan, bahkan dilayani dengan senyuman yang menunjukan harapan bahwa benar-benar dia akan merasa puas.
Saya memberi contoh minggu lalu saat belanja di supermarket target di kota Perth,  kebetulan isteri saya membeli congklat yang tercantum dengan harga 2,90 Ausie. Ternyata setelah pembayaran mesin cetaknya menununjukan 3.01. Begitu ditanya pada kasirnya, tanpa banyak bicara ia meyesuaikan harga label di rak, kemudian dia kembali, ketik-ketik di mesin hitung dan mengembalikan uang sepenuhnya 3.01 beserta coklatnya.  Isteri saya bertanya lho kok banyak, kan hanya selisih 11 sen, dengan tertawa pelayannya bilang coklatnya “ gratis “. Hebat ya ! ini berlaku untuk semua pembeli jika terjadi kasus yang sama, bahkan tidak memandang jenis barang maupun harga barangnya –  Hal yang sama  anak saya membelikan celana untuk anaknya, karena terlalu besar maka akan ditukarkan. Sehubungan niat ditukar itu lupa karena kesibukan, maka teringat setelah dua bulan. Ia mencoa mencari kitir pembelian, kemudian mencoba ke Kmart dimana ia beli celana itu, Kemudian ditunjukan kitir dan celana yang dibeli, minta untuk ditukar karena terlalu besar. Segera dilayani dengan baik, namun ternyata ukuran yang pas tidak ada, ia menawarkan ganti model atau dikembalikan. Ternyata anak saya minta ditukar saja, maka terjadilah itu semua dengan membayar selisih harga – Wuah saya bener kaget dan heran, sejauh itu mereka melayani pembeli, tidak ada pikiran yang mau membuat pembeli rugi ataupun merasa menyesal setelah membeli, bahkan tidak memandang anda sudah berapa lama membelinya, hanya cukup dengan bukti anda beli di supermarket-nya – Begitu juga hal yang sama, jika anda beli barangnya sampai dirumah rusak tidak bisa dipakai sesuai harapan, anda bisa menukar sesuka hati ataupun batal kembali uang. Begitu tinggi budaya saling menghargai khususnya hak-hak sebagai konsumen. Tanpa harus tatap muka dengan bos nya, tanpa harus berargumentasi, semua sudah diatur dalam sistem yang benar-benar konsumen sebagai raja, sekaligus manja.
Setelah semua itu direnungkan kembali, apakah ini tidak mungkin dijalankan di bumi kita ? Mengapa mereka bisa, kita tidak bisa ? Apakah gara-gara menjadikan konsumen raja, kemudian membolehkan   konsumen yang salah beli atau lainnya, kemudian minta ditukar atau batal beli bisa merugikan dan membangkrutkan usahanya ?  JIka itu semua bukan jawaban , mengapa tidak bisa ? KIra-kira jawabannya adalah tidak mau dirugikan, disamping kuatir disalahgunakan oleh pembeli, mencari kesempatan dalam kesempitan – Kekuatiran-kekuatiran ini sudah membudaya di bumi kita, saling percaya hampir tidak ada. Yang ada hanya aku tidak mau rugi ( sebenarnya bukan rugi, mengurangi keuntungan saja ) dan  tidak mau ditipu. Sebaliknya konsumen mungkin mencari keuntungan dalam kesempitan.  Oleh sebab itu sering dilihat tulisan yang sangat jelas “ Barang dibeli tidak bisa kembali atau ditukar kembali “—Memang ada konsumen yang mencari keuntungan dalam kesempitan, namun penulis yakin itu hanya sebagian kecil yang hanya sebatas mengurangi keuntungan.
Fenomena ini tidak terdapat juga di Negara tetangga kita Singapore maupun Malaysia ataupun Hongkong. Konsumen harus berhati-hati dalam melihat dan menawar barang, semua itu menunjukan jiwa dagang yang mau menang sendiri. Perasaan was-was saat bertransaksi selalu terjadi, baik pemilik / pelayan maupun pembeli.